Terimakasih (bekas) Teman dan Tuan Besar Kepala





Foto diambil setelah kami turun dari air terjun
Saya (paling depan), teman saya, dan Si Tuan.

Sebenarnya saya sudah tidak ingin membahas apa yang membuat saya pangling beberapa bulan lalu. Maaf bukan apa-apa, bukan dendam atau benci terhadap (bekas) teman, kan waktu itu sudah saya bilang, “kamu adalah angin lalu, ada tidaknya kamu sama sekali tidak ada pengaruh untuk hidup saya”. Itu adalah kalimat yang saya lontarkan ketika seseorang meminta maaf kepada saya. Bagaimana bisa penghianat seperti dia datang menyalahkanku dan tidak tahu malu. Waktu itu saya kasihan dan menahan tawa. Begini awal mula kejadian mengapa saya menulis ini untuk (mantan) teman saya, yang berinisial PN. Sebenarnya saya malas juga menulis namanya, walaupun hanya inisial. Ah tidak apa-apa, kan sudah saya anggap angin lalu.
Begini, beberapa bulan lalu saya dikejutkan dengan beberapa kejadian. Pertama, sudah dua tahun saya menjalin hubungan dengan (bekas) pacar saya, kemudian hal-hal kecil mulai mencampuri urusan asmara saya. Keegoisan dan keras kepala saya membuat laki-laki yang saya cintai menyerah. Sudah, tidak usah diceritakan masalahnya. Di antara kita akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan dengan alasan “keegoisan saya” iya! Saya ulangi, “hanya keegoisan saya”. Padahal (bekas) pacar saya tidak kalah keras kepalanya, itu menurut teman-teman di sekelilingnya dan teman disekelilingku yang setiap hari menyaksikan kemesraan dan pertengkaran kita. Sudah jangan dilanjutkan.

Saat itu, ada kegiatan kampus yang mengharuskan saya memilih tempat yang sebisa mungkin saya mampu jangkau, karena waktu itu saya sudah ambil skripsi jadi biar saya bisa menjangkau semua, yaitu antara PPL disambi dengan skripsi. Alasan lain, saya tidak punya banyak uang untuk menyewa kos lagi (buang-buang duit) kalau memang ada yang dekat mengapa pilih yang jauh, pikirku waktu itu. Akhirnya saya memilih lokasi di Semarang saja. Si Tuan besar kepala (sebut saja mantan saya yang jadian dengan bekas teman saya) mengamuk dan meninggalkan saya di Warnet (tempat mengisi dan memilih lokasi).

Baik, saya ceritakan kronologisnya, mengapa saya ditinggalkan di Warnet saat pengisian PPL. Saya sudah menoba beberapa kali mengisi di kampus, namun jaringannya susah. Wajarlah, ada ribuan mahasiswa yang berebut lokasi penempatan PPL. Akhirnya saya pergi ke Warnet, ternyata Tuan besar kepala juga ada di sana, sedang mengisi juga. Sebelum mengisi, Tuan besar kepala memang sudah berpesan jauh-jauh hari, saya harus ikut ke mana pun Tuan besar kepala pergi. Tuan besar kepala ingin saya PPL di luar kota, selain kota Semarang dengan alasan tuan ingin bisa jalan-jalan karena bosan di Semarang (Si Tuan memang asli Semarang). Aku sudah bilang beberapa alasan mengapa aku tetap memilih di Semarang, namun namanya juga Tuan besar kepala, tuan tidak pernah mendengar alasan-alasan yang sudah berkali-kali saya utarakan. Waktu itu, saya berhasil memilih lokasi PPL, namun Tuan besar kepala belum bisa masuk juga di website yang hobinya trobel setiap kali ada kegiatan isi mengisi, eh itu web kampus saya hehe. Setelah Tuan besar kepala tahu, saya sudah memutuskan dan berhasil memilih tempat PPL dengan lokasi di Semarang, Astagaaaaa Tuan meninggalkan saya di Warnet itu, dan muka Tuan berubah menjadi merah dengan mata penuh kebencian terhadap saya dan punggungnya membelakangi tatapan saya. Waktu itu, saya membiarkan Tuan pergi, saya tidak mengejar, karena saya tahu dalam situasi seperti itu, Tuan besar kepala tidak akan mendengarkan saya. saya sudah kenal lama dengan tuan. Saya biarkan saja tuan memilih apapun yang Tuan besar kepala mau.

Tuan, apakah boleh saya menyebut tuan dengan “Tuan egois” ah pasti tuan mengiyakannya. Maaf kalau saya lancang menyebut Tuan dengan sebutan “Tuan besar kepala”.

Nah, kedua, saya dikejutakan dengan (bekas) teman saya yang ternyata satu lokasi dengan Tuan besar kepala, oh betapa bahagianya saya ketika itu. Setidaknya saya bisa mengawasi Tuan besar kepala melalui mata (bekas) teman saya. Saya buru-buru menghubungi (bekas) teman saya untuk memberikan informasi tentang Tuan besar kepala, ya namanya juga sayang (waktu itu), jadi takut kalau Tuan besar kepala nyeleweng. Saya percaya saja dengan (bekas) teman saya itu, inisial PN. Betapa bahagianya saya ketika PN mengatakan “Tenang saja, saya akan menjaga dan mengawasi Tuan besar kepala di sini untuk kamu, Tuan besar kepala tidak akan berani genit dengan wanita lain”.

Kejutan ketiga, Lah Dalaahhhh, tidak berjalan lama saya mencium bau-bau penghinatan dari seorang teman eh (bekas) teman. Saya sangat kecewa dengan PN, semua social media saya diblokir oleh keduanya. Oleh Tuan besar kepala dan ratu penghianat. Maaf saya lebay, habisnya kalian tolol.

Kesedihan dan rasa kecewa hampir menyelimuti kegiatan saya, berkali-kali saya berfikir “kok bisa” ada dua orang yang tega menghancurkan kepercayaan dan hati saya. Berkali-kali juga saya mencoba ikhlas dengan segala hal yang membuat saya semakin layu waktu itu. Hampir seluruh daging saya menyusut, iya saya menjadi sangat kurus waktu itu. Keluarga dan teman-teman saya mencoba menguatkan hati saya termasuk juga keluarga dari besar kepala terutama ibunya yang membersamaiku dan memberi semangat selalu.

Sudah berjalan tiga bulan, berakhir juga kegiatan PPL. Saya sudah mulai berdamai dengan diri saya sendiri, saya sudah mengikhlaskan segala hal yang membuat saya layu. Jangan dibayangkan seperti apa sakitnya, saya kehilangan dua orang yang sangat saya sayangi, teman dan kekasih. Saya sedih jika membayangkan perlakuan mereka terhadap saya, dua orang yang tega menghancurkan beberapa impian, janji, bahkan rindu-rindu dibuat berantakan oleh mereka. Untung saja, saya ini orang yang kuat, orang yang tidak bisa mendoakan kehancuran mereka. Biar saya saja yang hancur menyaksikan kalian berdua yang sengaja memecah kepercaya dan janji. Sungguh, saya tidak ingin kalian berdua merasakan seperti ini. Dihancurkan dan dirampas kebahagiaannya.

Bulan-bulan belalu, hari-hari terlewati, semua orang bahkan sudah mengerti, kalau saya ini kasihan. Semua semangat dan dukungan selalu menghujani hari-hari saya, saya mengucapkan terima kasih untuk kalian keluarga dan teman-teman BAIK. Saya akhirnya berhasil berdamai dengan keadaan, mecoba menerima apa saja kejadian yang membuat pangling di usia saya yang semakin dewasa. Saya mencoba hal-hal baru, untuk mengusir rasa kecewa saya, saya mulai sibuk dengan urusan yang saya buat sendiri untuk menyibukkan saya. Iya, saya ingin lupa namun tidak dengan jatuh cinta lagi kepada orang baru. Saya hanya takut menyakiti, karena hati saya belum sepenuhnya tertata dengan baik.

Kejutan keempat. Singkat cerita, setelah PPL kegiatan kampus berikutnya adalah KKN. Alangkah tidak bahagianya saya setelah tahu kalau saya berada di satu lokasi yang sama dengan PN (bekas) teman saya. melihat wajahnya setiap waktu, melihat tingkahnya. Aduuuuuuhh jangan ditanya bagaimana keinginan saya saat melihat PN. Iya, ingin saya marahi dan ingin saya tagih beberapa janji. Tapi, itu bukan saya, saya tidak ingin menjadi pericuh dan tidak inginkan ricuh.

Kejutan kelima, yang membuat saya semakin pangling adalah ketika saya tidak sengaja bertemu dengan Tuan besar kepala, kebetulan saya KKN di Kendal dan Tuan besar kepala di Batang. Izinkan saya menceritakan kronologinya mengapa saya bertemu dengan Tuan besar kepala, biar orang yang menuduh saya menghancurkan hubungannya tahu, bagaimana cerita aslinya, dari mulut saya, dari orang yang saat itu dalam kondisi dan situasi yang benar-benar ada sosok saya. Mbak PN, dengarkan ini, saya pergi ke Batang dengan teman saya, tujuan saya bukan untuk menemui kekasih PN, alias Tuan besar kepala (bekas) kekasih saya. Saya juga tidak tahu kalau Tuan besar kepala ada di kota itu.

Begini cerita dari mulut saya mbak PN supaya otak mbak PN waras. Saya dimintai tolong untuk mengantar teman saya bertemu dengan kekasihnya yang kebetulan satu lokasi dengan Tuan besar kepala. Sampai di sana, pacar teman saya sibuk dan tidak bisa menemui. Siapa sih yang tidak kecewa kalau sudah datang jauh-jauh ternyata tidak bisa ditemui. Sangat kecewalah teman saya, sudah jauh-jauh datang hampir memakan waktu 1 jam perjalanan lalu pulang dengan hati yang kecewa, apa tega? Kalau saya tidak tega (kan saya bukan PN). Akhirnya saya mencoba menghubungi teman saya insial IM (kebetulan saya kenal IM dari Tuan besar kepala), saya menemui IM, dan IM mengajak saya ke posko Tuan besar kepala. Saya berani sumpah, saya menolak untuk menemui. Lalu IM mengajak saya, katanya mau jalan-jalan, saya iyakan. Maktrataaaap!!! Ternyata saya sampai di posko Tuan besar kepala, betapa saya ingin lari dan tidak mau melihat wajahnya, bukan karena benci, karena saya sedih, mengapa orang yang saya sayangi tega melakukan itu semua. Akhirnya dengan menguatkan hati dan menyamarkan kaki yang terasa gemetar, saya mencoba mengetuk pintu, sebelumnya IM dan teman saya sudah masuk terlebih dahulu. Pyaaaar!!! pecah hatiku di sana, tatapan pertama setelah berbulan-bulan tidak bertemu mengahancurkan kewarasan. Rasanya ingin tertawa ketika Tuan besar kepala menutup wajahnya saat pertama kali berjabat tangan dengan saya, mungkin dia malu atau mungkin dia tidak punya muka. Maaf tuan. Waktu itu, tangannya mengelus kepalaku dan Tuan besar kepala mengeluarkan kata-kata dari mulut berbisanya “kamu semakin berisi”, saya tersenyum sambil melempar jawaban “iya saya bahagia soalnya, kamu malah semakin kurus” dia menjawab “saya habis sakit dan dirawat di rumah sakit selama semingguan, sayang sekali kamu tidak menjenguk”. Haha sebenarnya saya sudah tahu, tapi saya pura-pura tidak tahu. Bahkan ibu Tuan besar kepala sendiri yang mengajak saya untuk menunggui tuan di RS, tapi saya punya hati saya tidak ingin PN sedih melihat keakraban saya dengan ibu Tuan. Saya punya hati. Saya hanya membalas senyum saat itu lalu kita duduk dan makan kolak.

Setelah duduk dan bercerita sedikit, kita (anggota posko, saya, teman saya, termasuk IM) pergi dan jalan-jalan ke air terjun. Saya juga bilang kepada Tuan besar kepala untuk ijin dengan PN, kalau-kalau PN berpikir negative dengan saya. Benar, PN sangat benci saya ketika tuan memberitahu kalau Tuan besar kepala pergi dengan saya. saya tahu karena saya diminta membacakan chat dari PN, haha betapa konyolnya kelakuan bekas kekasih saya itu, tuan tuan. Begini, Mbak PN, sebelum pergi dari awal saya sama sekali tidak ingin berboncangan dengan kekasih mbak PN atau (bekas) kekasih saya. Semua orang yang ada di sana, bahkan teman saya sendiri (dia baik tidak seperti mbak PN), tidak mau bersama saya, dan tidak ada satupun orang yang bersedia membersamai saya (saya pikir mereka sangat sengaja). Tuan besar kepala sendiri yang menawarkan dirinya untuk berboncengan. Sepanjang perjalanan, kita bercerita. Bagaimana saya merasa kecewa dengan perbuatannya, bagaimana saya berhasil jatuh sejatuh-jatuhnya, bagaimana saya menikmati hari selayu-layunya. Kemudian, Tuan besar kepala menceritakan alasan mengapa ia bisa menjalin asmara dengan PN, mengapa ia bisa setega itu terhadap saya, mengapa ia menyesal setelah mendengar keluh kesah saya, dan rasa sesal dia menjalin hubungan dengan teman saya sendiri. Karena kita memakan perjalanan hampir 1 jam lebih, banyak sekali yang ia ceritakan, termasuk alasan kalau sebenarnya Tuan besar kepala tidak benar-benar mencintai PN, dan menganggap pelampiasan (katanya nyesel pacaran sama PN, menjalin hubungan karena dipaksa PN untuk menyatakan perasaan kepada PN, kata Tuan besar kepala seperti itu, Mbak) tapi saya tidak tahu kejadian sebenarnya mengapa kalian memilih menjalin hubungan, mungkin karena ada rasa nyaman (entah siapa yang memulai, saya juga tidak sepenuhnya percaya dengan keduanya). Saya mencoba menguatkan hati, memperkuat ketenangan, memperkuat pondasi yang sudah saya bangun selama ditinggalkan bahwa saya harus pergi dari kehidupan Tuan besar kepala, bahwa saya harus ingat betapa keduanya menghancurkan saya.

Sampai sana hujan, saya tidak bisa menceritakan apa saja yang saya lakukan dengan Tuan besar kepala dan teman-temannya, saya tidak ingin membuat mbak PN semakin geram. Sepulang dari air terjun kira-kira jam 5 sore saya basah kuyup, lagi-lagi Tuan besar kepala berbaik hati dengan saya, ia menawarkan bajunya untuk saya pakai, membelikan saya semangkuk bakso, meminta saya untuk menginap. Tenang dulu, bukan saya saja yang diperlakukan seperti itu, teman saya juga. Saya menolak untuk menginap, saya memutuskan untuk pulang Kendal, sampai Kendal saya terkejut, Tuan besar kepala meminta saya menerima kontaknya di BBM, padahal saya sudah diblokir. Saya tidak langsung menerima permintaan itu, saya pikir-pikir lagi, lalu sekitar jam 11 malam akhirnya saya acc kontak BBM nya, mungkin tuan ingin menjaga silaturahmi.

Malam itu kita pertama kali chatingan, setelah beberapa bulan menghilang. Astagaaaaaaa betapa terkejutnya saya, ketika Tuan besar kepala memberitahu kalau dia baru saja memutuskan hubungannya dengan PN. Alasannya klasik, karena Tuan besar kepala masih mencitai saya dan ingin memperbaiki hubungan dengan saya. Saya tersenyum, saya tidak langsung mengiyakan, dalam waktu beberapa bulan, Tuan besar kepala berhasil mengahncurkan dua perasaan wanita sekaligus, pertama perasaan saya dan yang kedua perasaan PN yang ditinggal begitu saja. Saya berfikir lagi, apakah saya bisa menerima kembali laki-laki yang bahkan tidak bisa memikirkan perasaan orang lain. Saya masih menunda, walau rasa sayang saya belum hilang sepenuhnya.

Muncul lagi kejadian konyol yang membuat saya tertawa. Saya sedang makan siang bersama teman posko di depan TV. Saya menerima telpon dari LINE, saya kaget ada panggilan masuk dengan nama PN. Saya tidak angkat, karena saya malas, apalagi muncul foto PN di layar Hp saya. Akhirnya saya luluh juga, saya angkat dan bilang ada apa. Makbedhundhuuuuk dan sangat tiba-tiba, PN sudah ada di depan posko saya dan meminta saya menemui. Saya membuka pintu, dan tangan PN merengkuh tangan saya dan ia meminta maaf. Ibarat macan sedang tidur, dihampiri tikus yang basah kuyup habis kecemplung di got (Ooopss maaf). Ingin sekali saat itu saya memarahi, tapi saya tahan karena saya merasakan ia sedang terpukul karena semalaman dihancurkan oleh Tuan besar kepala. Saya sambut baik PN, saya beri minum.

Kita mengobrol banyak, saya ingat sekali raut wajah (bekas) teman saya itu, terpukul, hancur, menahan amarah, malu dengan saya, PN bahkan beberapa kali menundukkan wajahnya. Saya ingat betul ketika PN bilang “sebelum ada kamu, hubungan saya dengan (bekas) kekasihmu baik-baik saja”. Brakkkk! Seperti ditampar wajah saya mendengar kalimat itu. Saya yang tadinya kasihan berubah menjadi sangat terpukul dengan kalimat itu. Bagaimana tidak, PN tidak ingat pernah berjanji menjaga kekasih saya untuk saya, malah PN masuk dan menggantikan posisi saya. Saya benar-benar ditampar oleh kalimat yang keluar dari mulut PN. Saya mulai emosi, tapi saya tidak sampai melempar gelas di wajahnya. PN bercerita beberapa tempat dan barang yang ia dapat dari Tuan besar kepala, saya hanya tersenyum dan bilang “bahagianya ya”. Saya tidak bergantian bilang, ada ratusan tempat yang saya pernah kunjungi, dan puluhan barang yang tuan besar kasih kepada saya, bahkan alat untuk mengetik ini adalah pemberian dari Tuan besar kepala. Saya diam saja waktu itu, saya mempersilahkan PN untuk bercerita kenangan-kenangan indahnya bersama (bekas) kekasih saya.

Saya terkejut kembali, mendengar perkataan yang keluar dari PN, bahwa (bekas) teman saya, iya si PN tersebut ditinggalkan begitu saja dengan alasan kalau sayalah biang keladinya, sayalah yang meminta kembali, itu alasan Tuan besar kepala saat memutuskan hubungan dengan PN, kata PN. Saya emosi saat itu, bagaimana tidak, saya sama sekali tidak meminta kembali, saya berani sumpah. Sudah saya tidak ingin meneruskan beberapa percakapan konyol saat itu.

Saya tahu, bagaimana sikap dan perkataan Tuan besar kepala, saya kenal 3 tahun dengan dia, saya paham betul busuk-busuknya dia, saya tahu betul. “Tuan besar kepala tidak pernah ingin disalahkan, Tuan besar kepala selalu benar, Tuan besar kepala sangat pelit dengan kata maaf”. Ingat kalimat ini, kalimat dari seorang wanita yang pernah dihancurkan. Siapapun yang akan jadi kekasih Tuan besar kepala nantinya atau bahkan sekarang, ingat kalimat itu.

Saya selesaikan sampai sini saja, saya mohon maaf jika saya salah. Saya juga meminta kepada PN untuk tidak menaruh dendam kepada saya, karena saya dan PN adalah korban dari Tuan besar kepala. Namun saya sudah terlanjur menganggap PN dan Tuan besar kepala sebagai “angin lalu”. Jangan khawatir, saya tidak benci baik kepada PN atau kepada Tuan besar kepala. Karena angin lalu tidak berwujud, ada atau tidak, ia sama sekali tidak berpengaruh untuk saya. Tenag saja saya sudah biasa merayakan kehilangan. Terima kasih, pelajaran yang sudah diberikan kepada saya semakin mendewasakan saya. Sekarang saya sadar, melepaskan bukan sesuatu yang merugikan. Saya beruntung, diberikan pelajaran yang sangat menguatkan. Doakan saya, semoga saya tidak menjumpai sosok seperti PN dan Tuan besar kepala (lagi). Saya menulis ini bukan untuk menambah masalah, saya menulis untuk saya sendiri, dengan tujuan sebagai pengingat untuk saya bahwa saya pernah mengalami hal-hal konyol yang menjadikan saya terus belajar memperbaiki diri. ***
Terima kasih.

Comments

Popular posts from this blog

Teks Prosedur Cara Membuat Telur Asin

Cerpen "Menunggumu Dalam Diam"