Cerpen "Menunggumu Dalam Diam"
(Irma Wati Zaqiya )
Sinar
Mentari bangunkan lelapku , embun menyapa menari-nari diatas daun. Tak hanya
itu, kicauan burung menggelitik telingaku .Aku bangun dengan wajah berseri
kucari handphone kubaca pesan singkat yang berisi ucapan selamat pagi.Pesan itu
selalu dikirim Rian kepada Fara setiap kali fajar menyapa. Rian adalah anak
tunggal dari seorang dosen fakultas ekonomi di kampusku, wajahnya manismembuatku
tak jenuh memandangnya apalagi lesung pipi dan kacamata yang menambah
ketertarikanku padanya. Rian selalu memberiku isyarat-isyarat yang bisa kubaca.
Memang Rian tak pernah mengatakan kalau ia menyukaiku. Namun, sebagai seorang
perempuan perasaanku cukup peka dengan caranya memandangku, menggandeng
tanganku,mengirim pesan singkat setiap pagi dengan emotikon yang bisa diartikan
mesra dan hal-hal lain yang membuatku semakin yakin bahwa Rian mencintaiku.
Semakin
hari perasaanku semakin mendalam kepadanya,ingin sekali aku mendengar mulutnya
mengucap kalau ia menyayangiku. Namun, harapanku tak pernah menjadi
kenyataan.Walaupun begitu, aku tak pernah mengganggap hubungan kita hanya
sebatas pertemanan biasa dan aku percaya status bukanlah hal yang ku obsesikan
yang terpenting adalah kenyamanan setiap kali aku memandang wajahnya.Namun, aku
tak naïf kadangkala aku juga butuh kejelasan status. Status yang jelas selalu
diharapkan ketika dua insan bersama menjalin cinta, aku pikir akan sia-sia jika
hubungan yang sudah kami jalin selama setahun lebih tanpa ada kejelasan yang
pasti, yang kutakutkan jika tiba-tiba Rian menghilang dan memutuskan untuk tak
bersama, apa yang harus aku pertahankan. Tak hanya itu, sering juga aku merasa
bodoh ketika Rian bersama teman perempuannya, aku cemburu dengan mereka. Tapi
aku bisa apa, aku tak berhak memprotes apa yang Rianlakukan, dia tak
menganggapku sebagai wanitanya, ironisnya ia tak pernah peka terhadap semua
kode yang selalu kutunjukan disela-sela percakapan kita. Beberapa menit
kemudian setelah aku beradu argument dengan perasaan, handphone ku berdering,
ku angkat dan terdengar suara cemprengnya :
“Hai, Ra kamu
belum tidur?”
“Belum, Yan.
Lagi galau dari sore.”Sahutku dengan suara yang lembut.
“Loh galau
kenapa?Gak usah galau kali.Besok kukasih coklat sama es krim biar gak galau.”Sahut
Rian dengan ketawa khasnya.
“iih aku tuh
galain seseorang, dia selalu ngasih hal-hal yang bikin aku seneng setiap hari,
selalu ingetin ini itu tiap hari padahal aku tau dia bukan lelakiku. Tapi kalau
dia jalan atau pergi sama cewek lain aku ngerasa bete.” Sahutku yang
seolah-olah nyindir Rian.
“Ah gitu aja
galau, kalo cowok itu nggak ngerespon tinggalin aja kali Ra, kamu jangan bloon
sih”
Aku tersentak
dengan jawaban Rian, dia tak pernah menganggap aku ini wanitanya, sudah
kutebak.Ini menyakitkan, rasanya ingin ku lempar handphone yang ku pegang tadi.
“Hahaha, iya yah
Yan. Okelah aku tidur ya”
Aku segera
menutup telepon, hatiku sakit mendengar ucapan Rian. Ku tarik selimut sambil
kutulis semua keluhku pada buku binder sampai aku terlelap dengan air mata yang menghiasi kelopakku.
Adzan
subuh berkumandang, aku terjaga dan seperti biasa aku selalu membuka
handphoneku setiap kali aku membuka mata.Kulihat pesan singkat dari Rian.
To: Rara
From : Rian
Rara, selamat tidur ya Ra
mimpi menakjubkan malam ini.
aku kepikiran sama omongan yang tadi kamu
ceritain
ada sosok laki-laki yang tega ngelakuin kamu
kaya gitu.
Yaudah Ra, jangan sedih nanti kita ketemu di
kampus ya.
Aku benar-benar merasa janggal dan
tak juga mengerti dengan jalan fikiran Rian. Ah sudahlah ku balas pesannya
nanti saja. Aku segera ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.Setelah sholat
subuh aku membersihakan seluruh sudut ruang tempat tidurku sebelum aku
berangkat ke kampus. Sambil menunggu jam 7 aku membaca lagi pesan yang dikirm
Rian tadi malam dan kubalas singkat.
To : Rian
From : Rara
Iya Rian aku tak sepatutnya meminta harapan
lebih.
Beberapa menit
kemudian hapeku berdering
“Halo Ra,
cepetan keluar aku di depan kost kamu, ayok sarapan bareng”.
Belum sempat ku
balas ucapannnya, langsung Rian menutup telfon.
“Dasar idiooooot!!!”
Teriaku dengan mendekatkan
mulutku ke handphone. Kubuka pintu gerbang kosdan melihat sosok laki-laki yang
kusayangi sudah sejak tadi menungguku. Rian ingin mengajak sarapan bersamaku,
dengan senyum manis dan lesung pipinya ia berkata
“Ayok nona
cantik, keburu telat kita”
sambil menutup
gerbang aku tersenyum “iya cowok idiot”.
Disepanjang jalan kami berbincang-bincang
sesekali aku mencubit pundaknya, ketika Rian bercerita tentang hal-hal konyol.
Seperti menganggu temannya yang sedang tidur, meminum sirup kecap yang ia kira
sirup moccacinodan hal-hal lain yang tak pernah ia tutup-tutupi kepadaku.
Kemudian Rian bertanya mengenai ucapanku ditelfon semalam.
“Ra, aku mau tanya
deh. Sebenernya kamu suka sama lelaki yang mana sih? Kok kamu masih mau aja
ngarepin cowok yang gak peka?”
Rian bertanya
dengan wajah berseri dan terlihat amat penasaran.Di dalam hati aku menjawab,
kamulah orang yang membuat aku merasa bodoh, betapa aku ingin menjalin sebuah
status denganmu, betapa aku selalu memikirkan kamu dan aku rela seperti ini
karena satu alasan, aku mencintaimu.
Aku kaget dengan suara cempreng yang
ia keluarkan “Rara, kamu budek ya? Pertanyaanku butuh jawaban nona, malah di
Read doing”.Rian Nampak kesal
“Eeeh, kamu tanya
yaa, bukan siapa-siapa kamu gak usah kepo deh”.
Jawabku tenang.
“dasar idiot kamu Ra” sambil menepuk-nepuk lututku yang berada dipinggangnya,
karena waktu itu kami ke kampus dengan mengendarai sepeda motor. Setelah sampai
di kampus, betapa hatiku sangat perih, ketika ada sosok wanita cantik,
berkacamata dengan behel yang memagari giginya dan aksesoris yang ia kenakan
menambah mempesona penampilannya. Wanita itu menyapa Rian “Rian, makasih ya
semalem udah ngingetin bikin tugas…” sambil menepuk pundak Rian dan berlalu naik
tangga.
Rian menjawab
singkat “Iya Nyonya, sama-sama”.Cemburuku semakin menjadi-jadi.Selama ini Rian
tak pernah mengingatkanku untuk membuat tugas, tapi mengapa Rian mengingatkan
wanita itu.Aku semakin merasa ciut dan segera lari ke kelas.Rian terdengar
memanggilku, namun aku tak menoleh.
Sejak
saat itu pikiranku semakin semrawut, kecerianku mulai tak terlihat.Akhir-akhir
ini aku jadi mudah terpancing amarah dengan apa-apa yang berhubungan dengan
perasaan.Entah itu perkataan teman yang berceloteh ataupun lelocun yang mereka
tujukan kepadaku. Beberapa hari ini aku tak melihat Rian, dan tak lagi kulihat
ia berada di depan gerbang kostku dengan wajah manis dan lesung pipinya,
apalagi pesan singkat yang selalu ia kirim kepadaku dulu.Sekarang jarang sekali
bahkan tidak pernah sekalipun, di kampus juga kita jarang bertemu, sebab kami
beda fakultas. Aku semakin merasa kehilangan, dan berfikir bahwa selama ini
yang ia lakukan padaku hanya senang-senang semata, tak pernah ia menyadari
keluhanku yang tertuju padanya. Sudah beberapa bulan ia tak mengabariku. Aku
memilih Rian atas dasar apa saja resiko yang akan kuhadapi nanti, aku memilihmu
karena aku percaya rasa tak pernah salah dalam mengeja, gimanapun kamu seegois
apapun kamu aku masih tetap bertahan dengan ketidakpastian ini. Saat ini aku
tengah membangun sifat asliku dulu, yang tak pernah rapuh hanya karena
mencintai seseorang yang sama sekali tak membacaku, tak merasa jadi wanita
lemah hanya karena cinta kepada seseorang, tak pernah merasa khawatir dengan
apa saja yang membuatku jatuh. Kehilanagan Rian sudah kuterima dan rela menjadi
suatu nasib yang harus kuterima dengan lapang sebab dalam hubungan kita tak
pernah ada status.Walaupun demikian tetap saja aku ingin mencintai, didadaku
ada lubang-lubang yang hanya mampu tertutupi pelukmu.Sebab kau adalah genap
yang melengkapi keganjilanku.Mulai saat ini ku mantapkan fokus kuliah, sebab
akhir-akhir ini aku sibuk mengurusi skripsi.Ketika tiba saatnya siding, dengan
wajah pucat dan jantung berdegup kencang, kutekatkan tekad menghadap dosen
pembimbing dengan penuh percaya diri.Sangat gembira sekali, karena sebentar
lagi aku diwisuda dan memakai toga sebagai hadiah atas perjuanganku selama
empat tahun lamanya mengenyam kuliah. Aku segera menelpon keluargaku untuk
menyampaikan kabar gembira ini sekaligus meminta doa restu kepada ibu, wanita
yang aku sayangi.
Hari
yang kunantikan tiba, keluargaku datang dengan wajah berseri, bisa kubaca
betapa wanita yang sangat aku sayangi bangga melihatku memakai toga dan make up
yang menghiasi wajah cantikku. Ibuku berkata “Nak, selamat atas keberhasilan
yang kamu raih, semoga kamu sukses setelah ini”.Tangis kebahagiaan membasahi
pipiku, kupeluk wanita yang berhati emas dihadapanku, sembari kukecup keningnya
dan kucium tangannya kupeluk sampai aku merasa benar-benar melepas semua beban
yang kupikul.Mulai dari harti-hariku yang dipenuhi tugas kuliah dan lelaki yang
pernah singgah lalu menghilang, entah apapun itu kuceritakan semuanya.Ibu
memelukku sambil tersenyum, “semua yang kamu rasakan kelak akan ada balasan,
karena Tuhan tak pernah merencanakan sesuatu tanpa adanya tujuan, bersabarlah
anakku”.Lalu ibu memelukku.Memang sebagai manusia kita tak pernah bisa melawan
kodrat, selalu kupegang prinsip yang selalu kubawa dan kuingat setiap saat,
jalani scenario dengan ikhlas, sutradara takkan memberi peran melebihi batas
kemampuan aktornya sama seperti Tuhan ia takkan memberi beban melebihi batas
kemampuan umatnya.
Setelah
acara wisuda selesai, tiba-tiba aku teringat sosok yang dulu pernah bersama-sama
setiap hari denganku. Apakah dia masih ingat ketika pertama kali bertemu, ia
membawa seplastik macaroni yang ia serahkan ditengah jalan kepadaku, lalu
mengantarkanku ke kampus setiap pagi,aku teringat lagi ketika kami berenang di
air terjun yang menempuh perjalanan licin dan curam, ketika senja itu kita
berfoto di kebun teh, ketika kita bermain di pantai dari siang hingga malam,
masih sangat tergambar jelas kenangan-kenangan yang dulu pernah ku alami
dengannya. Waktu itu memang kita berjalan tanpa status, namun kurasa status tak
penting.Tapi sekarang malah aku merasa bodoh dan menyesal. Kenapa tak dari dulu
aku mengutarakan isi hati sebelum ia meninggalkanku tanpa sempat menyapaku
dengan pelukan perpisahan. Yah inilah kehidupan, ada saatnya kebahagiaan hilang
tiba-tiba dan kesempatan takkan terulang meski kita mengemis dengan tangis.
Aku
tersentak ketika dikagetkan dengan karangan bunga yang tiba-tiba hadir
dihadapanku, ku tengok ke belakang perlahan dan betapa sangat terkejutnya aku
ketika melihat sosok lelaki ganteng memakai togaberkacamata dan tak lupa
disertai lesung pipi yang datang kepadaku “Rara, happy graduation nyonyaaa”
Suara cempreng itu menusuk kupingku, perasaanku berantakan ketika itu.Aku
merasa sangat gembira sekaligus ingin ku jambak rambut keritingnya.
Berbulan-bulan aku memikirkan sosok ini, tanpa bersalah ia datang mengagetkanku
dengan karangan bunga yang ia persembahkan untukku. Ingin kutampar Rian, ingin
kuungkapkan semua penderitaan ketika ia meninggalkanku tanpa kabar. Namun, usaha
memarahinya kuurungkan, sebab aku tak pernah bisa marah kepada sosok yang
kucinta dari dulu bahkan rasa cintaku saat itu juga tumbuh kembali ketika
melihat wajah manisnya.“Hei, gak usah kaget. Kamu pasti marah kan aku
tinggalin? Aku tuh kangen banget sama kamu nyonya, aku sibuk dengan kuliahku
dengan skripsi yang mengantarkanku sampai saat ini, maafin aku nyaah.”Aku diam
saja mendengar penjelasan Rian, aku ingin sekali memeluknya dan mengatakan betapa
aku rindu melebihi rindunya. Kami bercerita banyak dan aku sama sekali tak
menyinggung tetang perasaan. Sebab sebagai wanita normal aku juga memiliki
gengsi yang tinggi untuk menyatakan perasaan kepada lelaki, padahal baru saja
aku memiliki keinginan untuk berterus terang tentang perasaan yang selama ini
kurasakan.Tapi untuk saat ini aku tak ingin merusak suasana hangat yang sedang
kami rasakan. Aku takut jika aku mengungkapkannya Rian malah semakin menjauh,
apalagi hari ini pertama kalinya aku melihat sosok laki-laki yang sempat
menghilang beberapa bulan karena kesibukan yang ia katakan sebagai alasan. Aku
peracaya begitu saja, sebab semua kata-kata yang ia ungkapkan sama sekali tak
pernah ku anggap suatu pembodohan, mungkin karena aku mencintainya meski sering
kali sakit yang selalu kudapati.
Selang
beberapa saat, Rian meminta doa restu kepadaku sekaligus berpamitan “Rara,
setelah ini sekitar 2 minggu lagi aku berangkat ke Turki untuk melanjutkan S2
di sana, kamu baik-baik disini ya”
Ini pertama
kalinya Rian mendekapku begitu hangat, keningku ia kecup dengan lembut.
Kurasakan hembusan nafasnya ditelingaku, aku merasa bahagia sekaligus cemas.
Beberapa minggu lagi aku akan kehilangan Rian, namun kali ini kepergiannya
disertai pelukan perpisahan yang kuartiakan sebagai tanda ia menyayangiku, aku
yakin ia menyayangiku. Dengan tersedu aku menjawab, “Berapa lama kamu di Turki
yan?”Rian menjawab sambil menggenggam tanganku, “Sekitar 3 tahun Ra, aku bakal
kangen senyum kamu”.Aku tak lantas menjawabnya, ku kumpulkan segala keberania
untuk mengungkapkan perasaanku. Dengan tekadku “Mmm, Rian aku….” Tiba-tiba
ibuku datang menepuk pundaku dan mebgajakku melihat-lihat suasana kampusku, aku
mengurungkan niatku untuk yang kedua kalinya.Segera kuturuti permintaan wanita
yang melahirkanku. Aku beranjak dari tempat duduk dan Rian memegang tanganku
sambil berkata “Rara, tadi kamu mau ngomong apa?” dengan cepat kulepaskan
genggaman Rian, “Hehe nggak papa kok, nanti kalau kamu di sana kabarin aku
lewat email atau media social lain ya, aku juga bakal kangen sama suara
cempreng dan lesung pipimu. Semoga kamu sukses ya”.Dengan senyuman ku berkata
demikian, padahal sangat berat hati mengucap kata perpisahan.Rian hanya
mengangguk dan memandangku dalam-dalam.Aku segera memalingkan wajahku dan pergi
bersama ibu untuk menjelajah kampusku.
Hari
yang ditunggu semakin dekat, setiap malam menjelang aku malah memikirkan betapa
akan terasa sakit ketika rindu tak tercapai, ketika cinta tak terbalas dan
hubungan masih saja berlanjut tanpa status sampai sekarang. Aku memang bodoh
bertahan sejauh ini, namun aku cukup pintar menjaga perasaan agar tak jatuh
cinta kepada pria selain Rian. Aku menerima telfon dari Rian, ia berbicara
panjang lebar mengenai perlengkapan yang akan ia bawa, dan berbagai rencana
yang akan ia wujudkan. Aku sebagai wanita yang tak diakuinya selalu menjadi
pendengar yang senantiasa bersedia mendengarkan apapun perkataan yang ia
keluarkan walau kadang ada sedikit yang menyakitkan tapi aku tak peduli. Kami
sudah berpamitan lewat telfon, diiringi isakku yang meminta agar ia tetap
disini. Padahal baru saja kita dipertemukan, tak selang satu bulan aku sudah
ditinggal kedua kalinya dan kali ini memakan waktu cukup lama. Aku tetap
menanti sampai ia berkata “aku mencintaimu Rara”, Sebab cinta takkan salah
memilih, dan ia akan pulang kepada pemiliknya. Aku yakin semua kesedihan dan
penantian ini akan berujung entah kapan dan bagaimana caranya, aku percaya
ketika menunggu pasti akanada yang datang, meski pada akhirnya bukan Rian yang
menemaniku. Aku tetap menjalankan hidupku atas kehedak Tuhan, sebab Iamaha
mengetahui dan sutradara dari segala adegan manusia di alam semesta ini.
Aku
tak bisa mengantarkan Rian ke bandara, sebab siang itu juga aku bersama keluargaku
pulang ke daerah asal.Jarak kami semakin jauh, sekarang sudah berbeda Negara,
bahkan sampai ribuan kilo jarak yang membatasi kami.Ketika aku merasa sepi,
teringat kembali wajah berlesung pipi dan senyum manis Rian, kadang jarak
memang menyakitkan. Namun, aku tetap menenangkan hati dan berpikir positf,
harusnya aku berterima kasih atas jarak, sebab kehadirannya menjadi penguji
kesabaran setip insan, menjadi ruang untuk mengintropeksi diri betapa
berharganya pertemuan, dan aku merasa sangat lega ketika aku berfikir kalau
jarak bukan suatu masalah untuk ditakuti, sebab kami masih dibawah langit yang
sama dan di atas bumi yang sama. Kata-kata itu yang selalu menguatkan. Beberapa
bulan ku ratapi kisah ini sendiri, tak seperti janjinya, Rian sama sekali tak
pernah mengirim kabar untukku, tidak ada email masuk apalagi pesan singkat. Kutulis
semua rasa rinduku di sebuah akun twitter milikku, tak jarang juga kuselipkan
nama Rian Aji Pradana di akhir postingan, yang bisa ku sebut dunia 240
karakter. Bahkan semua postingan sebagian besar berisi kerinduanku terhadap
Rian. Memang percuma saja aku menulis tentang Rian, toh ia juga tak pernah
membuka twitter ataupun media social lainnya. Ku pikir ia begitu sibuk dengan
studi yang ia tempuh di Turki. Aku juga punya kesibukan, aku melanjutkan kuliah
S2 di daerahku sendiri supaya lebih dekat dengan ibu. Namun tetap kusempatkan
menulis ataupun membaca novel, kufikir apakah kuliah di luar negeri memakan
kesibukan yang begitu banyaknya, apakah Rian benar-benar tak punya perasaan
kepadaku, apa ia sedikitpun tak pernah merasa rindu padaku, ah sudah ribuan
kali prasangka itu muncul dipikiranku setiap aku merindukan Rian walaupun ia
sama sekali tak mengabariku.
Setahun
berlalu, sesekali Rian mengirim email yang menanyakan hal-hal kecil, seperti
kabarku bagaimana, keadaanku sekarang seperti apa, dimana aku melanjutkan S2,
bagaimana kabar keluarga dan masih banyak percakapan lain. Memang aku selalu
dilambungkan Rian, tapi ia juga tak jarang menjatuhkan aku tiba-tiba, memang
sakit. Ku kira jarang sekali ada wanita yang mau menunggu sesakit ini
sepertiku, ia pasti akan mencari laki-laki yang sama-sama mencintai, dan mereka
akan menjadi satu pasang yang saling. Maksudnya saling dalam kisah ini adalah
saling melengkapi, saling mencintai, saling menyimpan rindu, saling memeluk
dalam doa. Bukan percintaan yang hanya satu pihak saja, sepertiku dan Rian. Aku
selalu menyelipkan nama Rian dalam doaku, selalu merindukannya ketika hujan
turun, entah Rian merasakan hal yang sama atau tidak. Aku tak pernah jenuh
menunggu, penantian ini terasa menyenangkan.Mecintaimu mengajarkanku keberanian
dan bersabar sampai sejauh ini.Semoga kau cepat sadar, bahwa ada aku yang
selalu mendoakanmu dalam diam, mencintaimu dalam bisu, dan menelan
mentah-mentah ocehan mereka yang selalu menganggapku penantianku adalah suatu
kebodohan.
Setahun
kemudian, aku masih saja merasa jatuh cinta ketika menerima pesan dari Rian.Ia
mengatakan padaku kalau ia tak bisa pulang saat ia wisuda, sebab ia sudah
terikat kontrak dengan salah satu perusahaan di Turki. Aku terbelenggu membaca
emailnya, harus berapa lama lagi aku menunggu kemungkinan yang selalu aku
semogakan. Harus dengan cara apa membuat Rian mengerti dengan perasaan yang
selama ini menusuk-nusuk jantung kala sepi. Aku tak pernah berani mengatakan
kalau aku ini mencintaimu Rian, aku ingin pertemanan kita berganti status
menjadi berpacaran bahkan bertunangan entah kapan waktunya.
Ke
esokan harinya, aku menerima telfon dari Rian. Aku senang sekaligus heran, dari
sekian ratus hari baru kali ini ia meleponku. Dengan suara khasnya ia berkata
“Rara, lagi apa? Aku kangen suaramu” dengan lembut aku menjawab “Ya ampun Rian
aku juga rindu sekali suara cemprengmu makasih udah telfon kesini ya. Eh ini
nomer kamu yang lama kan? Kok bisa sih dipakai disana?” jawabku heran. Rian
segera menyaut “Ih Rara bego, ini aku lagi di depan rumahmu sama bapak dan
ibuku, hehe mau ngelamar kamu Ra”. Lalu telfon terputus.Aku terbelalak dan
masih belum percaya ketika aku memastikan Rian dan orangtuanya ke rumahku untuk
melamar ternyata benar, Rian datang meminta restu orangtuaku agar mengizinkan
anaknya menikah dengan Rian.Aku menangis bahagia ketika itu. Langsung kupeluk
lelakiku, dan ia berkata “sebenarnya dari awal aku ingin mengatakan bahwa aku
mencintaimu, namun ku urungkan niatku ketika tahu kau menceritakan sosok lelaki
lain ketika kita di jalan kala itu. Aku sebenranya kecewa, namun selang
beberapa hari aku membaca semua tulisanmu di twitter, dan banyak sekali
kawan-kawan yang mengatakan bahwa kamu selalu menungguku, selalu mendoakanku dalam
diam, mencintaiku dalam bisu.Aku minta maaf atas segala kecemasan yang telah
aku perbuat kepadamu.Kau tahu?Aku juga menyimpan ribuan rindu yang selalu
menyesakkan dada.Setelag ku dapat kerja, aku langsung meminta ijin kepada kedua
orangtuaku supaya mau mengantarkan aku melamarmu, seperti sekarang ini, orang
tuaku mewujudkan permintaanku.Keluarga kita sudah merencanakan kapan pernikahan
kita ajan digelar, usap air mata yang membasahi wajah sendumu.Aku sudah berada
di sini dan takkan lagi membiarkanmu bertarung dengan rindu, sebab aku tahu
sakitnya menahan rindu.Kau tak perlu khawatir kalau aku tak
mencintaimu.Sekaranf aku adalah lelaki yang mencintaimu dari pertama kita
bertemu sampai sekarang”.Aku diam dan tak ku ucap sepatah katapun, hanya air
mata yang menjawab semua argument Rian ketika itu.Selang beberapa bulan,
kamipun menggelar acara pernikahan dengan adat yang sudah kami rencanakan,
dengan gaun pengantin yang membungkus tubuhku dan pria berkacamata duduk di
sampingku.Aku teramat cantik katanya sambil mencium tanganku.Sayang, nanti saat
kita tak kuat kemana-mana izinkan aku mendekapmu dan membuatkanmu teh hangat
sembari menatap langit malam.
https://pointoutone.blogspot.com/
ReplyDeletekenali kepribadian, temukan cantikmu! kami review items items kecantikan dengan bahan organik.
Visit yayyh!