Cerpen "Menunggumu Dalam Diam"



Menunggumu Dalam Diam
(Irma Wati Zaqiya )
Sinar Mentari bangunkan lelapku , embun menyapa menari-nari diatas daun. Tak hanya itu, kicauan burung menggelitik telingaku .Aku bangun dengan wajah berseri kucari handphone kubaca pesan singkat yang berisi ucapan selamat pagi.Pesan itu selalu dikirim Rian kepada Fara setiap kali fajar menyapa. Rian adalah anak tunggal dari seorang dosen fakultas ekonomi di kampusku, wajahnya manismembuatku tak jenuh memandangnya apalagi lesung pipi dan kacamata yang menambah ketertarikanku padanya. Rian selalu memberiku isyarat-isyarat yang bisa kubaca. Memang Rian tak pernah mengatakan kalau ia menyukaiku. Namun, sebagai seorang perempuan perasaanku cukup peka dengan caranya memandangku, menggandeng tanganku,mengirim pesan singkat setiap pagi dengan emotikon yang bisa diartikan mesra dan hal-hal lain yang membuatku semakin yakin bahwa Rian mencintaiku.
Semakin hari perasaanku semakin mendalam kepadanya,ingin sekali aku mendengar mulutnya mengucap kalau ia menyayangiku. Namun, harapanku tak pernah menjadi kenyataan.Walaupun begitu, aku tak pernah mengganggap hubungan kita hanya sebatas pertemanan biasa dan aku percaya status bukanlah hal yang ku obsesikan yang terpenting adalah kenyamanan setiap kali aku memandang wajahnya.Namun, aku tak naïf kadangkala aku juga butuh kejelasan status. Status yang jelas selalu diharapkan ketika dua insan bersama menjalin cinta, aku pikir akan sia-sia jika hubungan yang sudah kami jalin selama setahun lebih tanpa ada kejelasan yang pasti, yang kutakutkan jika tiba-tiba Rian menghilang dan memutuskan untuk tak bersama, apa yang harus aku pertahankan. Tak hanya itu, sering juga aku merasa bodoh ketika Rian bersama teman perempuannya, aku cemburu dengan mereka. Tapi aku bisa apa, aku tak berhak memprotes apa yang Rianlakukan, dia tak menganggapku sebagai wanitanya, ironisnya ia tak pernah peka terhadap semua kode yang selalu kutunjukan disela-sela percakapan kita. Beberapa menit kemudian setelah aku beradu argument dengan perasaan, handphone ku berdering, ku angkat dan terdengar suara cemprengnya :
“Hai, Ra kamu belum tidur?”
“Belum, Yan. Lagi galau dari sore.”Sahutku dengan suara yang lembut.
“Loh galau kenapa?Gak usah galau kali.Besok kukasih coklat sama es krim biar gak galau.”Sahut Rian dengan ketawa khasnya.
“iih aku tuh galain seseorang, dia selalu ngasih hal-hal yang bikin aku seneng setiap hari, selalu ingetin ini itu tiap hari padahal aku tau dia bukan lelakiku. Tapi kalau dia jalan atau pergi sama cewek lain aku ngerasa bete.” Sahutku yang seolah-olah nyindir Rian.
“Ah gitu aja galau, kalo cowok itu nggak ngerespon tinggalin aja kali Ra, kamu jangan bloon sih”
Aku tersentak dengan jawaban Rian, dia tak pernah menganggap aku ini wanitanya, sudah kutebak.Ini menyakitkan, rasanya ingin ku lempar handphone yang ku pegang tadi.
“Hahaha, iya yah Yan. Okelah aku tidur ya”
Aku segera menutup telepon, hatiku sakit mendengar ucapan Rian. Ku tarik selimut sambil kutulis semua keluhku pada buku binder sampai aku terlelap  dengan air mata yang menghiasi kelopakku.
Adzan subuh berkumandang, aku terjaga dan seperti biasa aku selalu membuka handphoneku setiap kali aku membuka mata.Kulihat pesan singkat dari Rian.
To: Rara
From : Rian
Rara, selamat tidur ya Ra
mimpi menakjubkan malam ini.
aku kepikiran sama omongan yang tadi kamu ceritain
ada sosok laki-laki yang tega ngelakuin kamu kaya gitu.
Yaudah Ra, jangan sedih nanti kita ketemu di kampus ya.
            Aku benar-benar merasa janggal dan tak juga mengerti dengan jalan fikiran Rian. Ah sudahlah ku balas pesannya nanti saja. Aku segera ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.Setelah sholat subuh aku membersihakan seluruh sudut ruang tempat tidurku sebelum aku berangkat ke kampus. Sambil menunggu jam 7 aku membaca lagi pesan yang dikirm Rian tadi malam dan kubalas singkat.
To : Rian
From : Rara
Iya Rian aku tak sepatutnya meminta harapan lebih.
Beberapa menit kemudian hapeku berdering
“Halo Ra, cepetan keluar aku di depan kost kamu, ayok sarapan bareng”.
Belum sempat ku balas ucapannnya, langsung Rian menutup telfon.
“Dasar idiooooot!!!”
Teriaku dengan mendekatkan mulutku ke handphone. Kubuka pintu gerbang kosdan melihat sosok laki-laki yang kusayangi sudah sejak tadi menungguku. Rian ingin mengajak sarapan bersamaku, dengan senyum manis dan lesung pipinya ia berkata
“Ayok nona cantik, keburu telat kita”
sambil menutup gerbang aku tersenyum “iya cowok idiot”.
            Disepanjang jalan kami berbincang-bincang sesekali aku mencubit pundaknya, ketika Rian bercerita tentang hal-hal konyol. Seperti menganggu temannya yang sedang tidur, meminum sirup kecap yang ia kira sirup moccacinodan hal-hal lain yang tak pernah ia tutup-tutupi kepadaku. Kemudian Rian bertanya mengenai ucapanku ditelfon semalam.
“Ra, aku mau tanya deh. Sebenernya kamu suka sama lelaki yang mana sih? Kok kamu masih mau aja ngarepin cowok yang gak peka?”
Rian bertanya dengan wajah berseri dan terlihat amat penasaran.Di dalam hati aku menjawab, kamulah orang yang membuat aku merasa bodoh, betapa aku ingin menjalin sebuah status denganmu, betapa aku selalu memikirkan kamu dan aku rela seperti ini karena satu alasan, aku mencintaimu.
            Aku kaget dengan suara cempreng yang ia keluarkan “Rara, kamu budek ya? Pertanyaanku butuh jawaban nona, malah di Read doing”.Rian Nampak kesal
“Eeeh, kamu tanya yaa, bukan siapa-siapa kamu gak usah kepo deh”.
Jawabku tenang. “dasar idiot kamu Ra” sambil menepuk-nepuk lututku yang berada dipinggangnya, karena waktu itu kami ke kampus dengan mengendarai sepeda motor. Setelah sampai di kampus, betapa hatiku sangat perih, ketika ada sosok wanita cantik, berkacamata dengan behel yang memagari giginya dan aksesoris yang ia kenakan menambah mempesona penampilannya. Wanita itu menyapa Rian “Rian, makasih ya semalem udah ngingetin bikin tugas…” sambil menepuk pundak Rian dan berlalu naik tangga.
Rian menjawab singkat “Iya Nyonya, sama-sama”.Cemburuku semakin menjadi-jadi.Selama ini Rian tak pernah mengingatkanku untuk membuat tugas, tapi mengapa Rian mengingatkan wanita itu.Aku semakin merasa ciut dan segera lari ke kelas.Rian terdengar memanggilku, namun aku tak menoleh.
Sejak saat itu pikiranku semakin semrawut, kecerianku mulai tak terlihat.Akhir-akhir ini aku jadi mudah terpancing amarah dengan apa-apa yang berhubungan dengan perasaan.Entah itu perkataan teman yang berceloteh ataupun lelocun yang mereka tujukan kepadaku. Beberapa hari ini aku tak melihat Rian, dan tak lagi kulihat ia berada di depan gerbang kostku dengan wajah manis dan lesung pipinya, apalagi pesan singkat yang selalu ia kirim kepadaku dulu.Sekarang jarang sekali bahkan tidak pernah sekalipun, di kampus juga kita jarang bertemu, sebab kami beda fakultas. Aku semakin merasa kehilangan, dan berfikir bahwa selama ini yang ia lakukan padaku hanya senang-senang semata, tak pernah ia menyadari keluhanku yang tertuju padanya. Sudah beberapa bulan ia tak mengabariku. Aku memilih Rian atas dasar apa saja resiko yang akan kuhadapi nanti, aku memilihmu karena aku percaya rasa tak pernah salah dalam mengeja, gimanapun kamu seegois apapun kamu aku masih tetap bertahan dengan ketidakpastian ini. Saat ini aku tengah membangun sifat asliku dulu, yang tak pernah rapuh hanya karena mencintai seseorang yang sama sekali tak membacaku, tak merasa jadi wanita lemah hanya karena cinta kepada seseorang, tak pernah merasa khawatir dengan apa saja yang membuatku jatuh. Kehilanagan Rian sudah kuterima dan rela menjadi suatu nasib yang harus kuterima dengan lapang sebab dalam hubungan kita tak pernah ada status.Walaupun demikian tetap saja aku ingin mencintai, didadaku ada lubang-lubang yang hanya mampu tertutupi pelukmu.Sebab kau adalah genap yang melengkapi keganjilanku.Mulai saat ini ku mantapkan fokus kuliah, sebab akhir-akhir ini aku sibuk mengurusi skripsi.Ketika tiba saatnya siding, dengan wajah pucat dan jantung berdegup kencang, kutekatkan tekad menghadap dosen pembimbing dengan penuh percaya diri.Sangat gembira sekali, karena sebentar lagi aku diwisuda dan memakai toga sebagai hadiah atas perjuanganku selama empat tahun lamanya mengenyam kuliah. Aku segera menelpon keluargaku untuk menyampaikan kabar gembira ini sekaligus meminta doa restu kepada ibu, wanita yang aku sayangi.
Hari yang kunantikan tiba, keluargaku datang dengan wajah berseri, bisa kubaca betapa wanita yang sangat aku sayangi bangga melihatku memakai toga dan make up yang menghiasi wajah cantikku. Ibuku berkata “Nak, selamat atas keberhasilan yang kamu raih, semoga kamu sukses setelah ini”.Tangis kebahagiaan membasahi pipiku, kupeluk wanita yang berhati emas dihadapanku, sembari kukecup keningnya dan kucium tangannya kupeluk sampai aku merasa benar-benar melepas semua beban yang kupikul.Mulai dari harti-hariku yang dipenuhi tugas kuliah dan lelaki yang pernah singgah lalu menghilang, entah apapun itu kuceritakan semuanya.Ibu memelukku sambil tersenyum, “semua yang kamu rasakan kelak akan ada balasan, karena Tuhan tak pernah merencanakan sesuatu tanpa adanya tujuan, bersabarlah anakku”.Lalu ibu memelukku.Memang sebagai manusia kita tak pernah bisa melawan kodrat, selalu kupegang prinsip yang selalu kubawa dan kuingat setiap saat, jalani scenario dengan ikhlas, sutradara takkan memberi peran melebihi batas kemampuan aktornya sama seperti Tuhan ia takkan memberi beban melebihi batas kemampuan umatnya.
Setelah acara wisuda selesai, tiba-tiba aku teringat sosok yang dulu pernah bersama-sama setiap hari denganku. Apakah dia masih ingat ketika pertama kali bertemu, ia membawa seplastik macaroni yang ia serahkan ditengah jalan kepadaku, lalu mengantarkanku ke kampus setiap pagi,aku teringat lagi ketika kami berenang di air terjun yang menempuh perjalanan licin dan curam, ketika senja itu kita berfoto di kebun teh, ketika kita bermain di pantai dari siang hingga malam, masih sangat tergambar jelas kenangan-kenangan yang dulu pernah ku alami dengannya. Waktu itu memang kita berjalan tanpa status, namun kurasa status tak penting.Tapi sekarang malah aku merasa bodoh dan menyesal. Kenapa tak dari dulu aku mengutarakan isi hati sebelum ia meninggalkanku tanpa sempat menyapaku dengan pelukan perpisahan. Yah inilah kehidupan, ada saatnya kebahagiaan hilang tiba-tiba dan kesempatan takkan terulang meski kita mengemis dengan tangis.
Aku tersentak ketika dikagetkan dengan karangan bunga yang tiba-tiba hadir dihadapanku, ku tengok ke belakang perlahan dan betapa sangat terkejutnya aku ketika melihat sosok lelaki ganteng memakai togaberkacamata dan tak lupa disertai lesung pipi yang datang kepadaku “Rara, happy graduation nyonyaaa” Suara cempreng itu menusuk kupingku, perasaanku berantakan ketika itu.Aku merasa sangat gembira sekaligus ingin ku jambak rambut keritingnya. Berbulan-bulan aku memikirkan sosok ini, tanpa bersalah ia datang mengagetkanku dengan karangan bunga yang ia persembahkan untukku. Ingin kutampar Rian, ingin kuungkapkan semua penderitaan ketika ia meninggalkanku tanpa kabar. Namun, usaha memarahinya kuurungkan, sebab aku tak pernah bisa marah kepada sosok yang kucinta dari dulu bahkan rasa cintaku saat itu juga tumbuh kembali ketika melihat wajah manisnya.“Hei, gak usah kaget. Kamu pasti marah kan aku tinggalin? Aku tuh kangen banget sama kamu nyonya, aku sibuk dengan kuliahku dengan skripsi yang mengantarkanku sampai saat ini, maafin aku nyaah.”Aku diam saja mendengar penjelasan Rian, aku ingin sekali memeluknya dan mengatakan betapa aku rindu melebihi rindunya. Kami bercerita banyak dan aku sama sekali tak menyinggung tetang perasaan. Sebab sebagai wanita normal aku juga memiliki gengsi yang tinggi untuk menyatakan perasaan kepada lelaki, padahal baru saja aku memiliki keinginan untuk berterus terang tentang perasaan yang selama ini kurasakan.Tapi untuk saat ini aku tak ingin merusak suasana hangat yang sedang kami rasakan. Aku takut jika aku mengungkapkannya Rian malah semakin menjauh, apalagi hari ini pertama kalinya aku melihat sosok laki-laki yang sempat menghilang beberapa bulan karena kesibukan yang ia katakan sebagai alasan. Aku peracaya begitu saja, sebab semua kata-kata yang ia ungkapkan sama sekali tak pernah ku anggap suatu pembodohan, mungkin karena aku mencintainya meski sering kali sakit yang selalu kudapati.
Selang beberapa saat, Rian meminta doa restu kepadaku sekaligus berpamitan “Rara, setelah ini sekitar 2 minggu lagi aku berangkat ke Turki untuk melanjutkan S2 di sana, kamu baik-baik disini ya”
Ini pertama kalinya Rian mendekapku begitu hangat, keningku ia kecup dengan lembut. Kurasakan hembusan nafasnya ditelingaku, aku merasa bahagia sekaligus cemas. Beberapa minggu lagi aku akan kehilangan Rian, namun kali ini kepergiannya disertai pelukan perpisahan yang kuartiakan sebagai tanda ia menyayangiku, aku yakin ia menyayangiku. Dengan tersedu aku menjawab, “Berapa lama kamu di Turki yan?”Rian menjawab sambil menggenggam tanganku, “Sekitar 3 tahun Ra, aku bakal kangen senyum kamu”.Aku tak lantas menjawabnya, ku kumpulkan segala keberania untuk mengungkapkan perasaanku. Dengan tekadku “Mmm, Rian aku….” Tiba-tiba ibuku datang menepuk pundaku dan mebgajakku melihat-lihat suasana kampusku, aku mengurungkan niatku untuk yang kedua kalinya.Segera kuturuti permintaan wanita yang melahirkanku. Aku beranjak dari tempat duduk dan Rian memegang tanganku sambil berkata “Rara, tadi kamu mau ngomong apa?” dengan cepat kulepaskan genggaman Rian, “Hehe nggak papa kok, nanti kalau kamu di sana kabarin aku lewat email atau media social lain ya, aku juga bakal kangen sama suara cempreng dan lesung pipimu. Semoga kamu sukses ya”.Dengan senyuman ku berkata demikian, padahal sangat berat hati mengucap kata perpisahan.Rian hanya mengangguk dan memandangku dalam-dalam.Aku segera memalingkan wajahku dan pergi bersama ibu untuk menjelajah kampusku.
Hari yang ditunggu semakin dekat, setiap malam menjelang aku malah memikirkan betapa akan terasa sakit ketika rindu tak tercapai, ketika cinta tak terbalas dan hubungan masih saja berlanjut tanpa status sampai sekarang. Aku memang bodoh bertahan sejauh ini, namun aku cukup pintar menjaga perasaan agar tak jatuh cinta kepada pria selain Rian. Aku menerima telfon dari Rian, ia berbicara panjang lebar mengenai perlengkapan yang akan ia bawa, dan berbagai rencana yang akan ia wujudkan. Aku sebagai wanita yang tak diakuinya selalu menjadi pendengar yang senantiasa bersedia mendengarkan apapun perkataan yang ia keluarkan walau kadang ada sedikit yang menyakitkan tapi aku tak peduli. Kami sudah berpamitan lewat telfon, diiringi isakku yang meminta agar ia tetap disini. Padahal baru saja kita dipertemukan, tak selang satu bulan aku sudah ditinggal kedua kalinya dan kali ini memakan waktu cukup lama. Aku tetap menanti sampai ia berkata “aku mencintaimu Rara”, Sebab cinta takkan salah memilih, dan ia akan pulang kepada pemiliknya. Aku yakin semua kesedihan dan penantian ini akan berujung entah kapan dan bagaimana caranya, aku percaya ketika menunggu pasti akanada yang datang, meski pada akhirnya bukan Rian yang menemaniku. Aku tetap menjalankan hidupku atas kehedak Tuhan, sebab Iamaha mengetahui dan sutradara dari segala adegan manusia di alam semesta ini.
Aku tak bisa mengantarkan Rian ke bandara, sebab siang itu juga aku bersama keluargaku pulang ke daerah asal.Jarak kami semakin jauh, sekarang sudah berbeda Negara, bahkan sampai ribuan kilo jarak yang membatasi kami.Ketika aku merasa sepi, teringat kembali wajah berlesung pipi dan senyum manis Rian, kadang jarak memang menyakitkan. Namun, aku tetap menenangkan hati dan berpikir positf, harusnya aku berterima kasih atas jarak, sebab kehadirannya menjadi penguji kesabaran setip insan, menjadi ruang untuk mengintropeksi diri betapa berharganya pertemuan, dan aku merasa sangat lega ketika aku berfikir kalau jarak bukan suatu masalah untuk ditakuti, sebab kami masih dibawah langit yang sama dan di atas bumi yang sama. Kata-kata itu yang selalu menguatkan. Beberapa bulan ku ratapi kisah ini sendiri, tak seperti janjinya, Rian sama sekali tak pernah mengirim kabar untukku, tidak ada email masuk apalagi pesan singkat. Kutulis semua rasa rinduku di sebuah akun twitter milikku, tak jarang juga kuselipkan nama Rian Aji Pradana di akhir postingan, yang bisa ku sebut dunia 240 karakter. Bahkan semua postingan sebagian besar berisi kerinduanku terhadap Rian. Memang percuma saja aku menulis tentang Rian, toh ia juga tak pernah membuka twitter ataupun media social lainnya. Ku pikir ia begitu sibuk dengan studi yang ia tempuh di Turki. Aku juga punya kesibukan, aku melanjutkan kuliah S2 di daerahku sendiri supaya lebih dekat dengan ibu. Namun tetap kusempatkan menulis ataupun membaca novel, kufikir apakah kuliah di luar negeri memakan kesibukan yang begitu banyaknya, apakah Rian benar-benar tak punya perasaan kepadaku, apa ia sedikitpun tak pernah merasa rindu padaku, ah sudah ribuan kali prasangka itu muncul dipikiranku setiap aku merindukan Rian walaupun ia sama sekali tak mengabariku.
Setahun berlalu, sesekali Rian mengirim email yang menanyakan hal-hal kecil, seperti kabarku bagaimana, keadaanku sekarang seperti apa, dimana aku melanjutkan S2, bagaimana kabar keluarga dan masih banyak percakapan lain. Memang aku selalu dilambungkan Rian, tapi ia juga tak jarang menjatuhkan aku tiba-tiba, memang sakit. Ku kira jarang sekali ada wanita yang mau menunggu sesakit ini sepertiku, ia pasti akan mencari laki-laki yang sama-sama mencintai, dan mereka akan menjadi satu pasang yang saling. Maksudnya saling dalam kisah ini adalah saling melengkapi, saling mencintai, saling menyimpan rindu, saling memeluk dalam doa. Bukan percintaan yang hanya satu pihak saja, sepertiku dan Rian. Aku selalu menyelipkan nama Rian dalam doaku, selalu merindukannya ketika hujan turun, entah Rian merasakan hal yang sama atau tidak. Aku tak pernah jenuh menunggu, penantian ini terasa menyenangkan.Mecintaimu mengajarkanku keberanian dan bersabar sampai sejauh ini.Semoga kau cepat sadar, bahwa ada aku yang selalu mendoakanmu dalam diam, mencintaimu dalam bisu, dan menelan mentah-mentah ocehan mereka yang selalu menganggapku penantianku adalah suatu kebodohan.
Setahun kemudian, aku masih saja merasa jatuh cinta ketika menerima pesan dari Rian.Ia mengatakan padaku kalau ia tak bisa pulang saat ia wisuda, sebab ia sudah terikat kontrak dengan salah satu perusahaan di Turki. Aku terbelenggu membaca emailnya, harus berapa lama lagi aku menunggu kemungkinan yang selalu aku semogakan. Harus dengan cara apa membuat Rian mengerti dengan perasaan yang selama ini menusuk-nusuk jantung kala sepi. Aku tak pernah berani mengatakan kalau aku ini mencintaimu Rian, aku ingin pertemanan kita berganti status menjadi berpacaran bahkan bertunangan entah kapan waktunya.
Ke esokan harinya, aku menerima telfon dari Rian. Aku senang sekaligus heran, dari sekian ratus hari baru kali ini ia meleponku. Dengan suara khasnya ia berkata “Rara, lagi apa? Aku kangen suaramu” dengan lembut aku menjawab “Ya ampun Rian aku juga rindu sekali suara cemprengmu makasih udah telfon kesini ya. Eh ini nomer kamu yang lama kan? Kok bisa sih dipakai disana?” jawabku heran. Rian segera menyaut “Ih Rara bego, ini aku lagi di depan rumahmu sama bapak dan ibuku, hehe mau ngelamar kamu Ra”. Lalu telfon terputus.Aku terbelalak dan masih belum percaya ketika aku memastikan Rian dan orangtuanya ke rumahku untuk melamar ternyata benar, Rian datang meminta restu orangtuaku agar mengizinkan anaknya menikah dengan Rian.Aku menangis bahagia ketika itu. Langsung kupeluk lelakiku, dan ia berkata “sebenarnya dari awal aku ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu, namun ku urungkan niatku ketika tahu kau menceritakan sosok lelaki lain ketika kita di jalan kala itu. Aku sebenranya kecewa, namun selang beberapa hari aku membaca semua tulisanmu di twitter, dan banyak sekali kawan-kawan yang mengatakan bahwa kamu selalu menungguku, selalu mendoakanku dalam diam, mencintaiku dalam bisu.Aku minta maaf atas segala kecemasan yang telah aku perbuat kepadamu.Kau tahu?Aku juga menyimpan ribuan rindu yang selalu menyesakkan dada.Setelag ku dapat kerja, aku langsung meminta ijin kepada kedua orangtuaku supaya mau mengantarkan aku melamarmu, seperti sekarang ini, orang tuaku mewujudkan permintaanku.Keluarga kita sudah merencanakan kapan pernikahan kita ajan digelar, usap air mata yang membasahi wajah sendumu.Aku sudah berada di sini dan takkan lagi membiarkanmu bertarung dengan rindu, sebab aku tahu sakitnya menahan rindu.Kau tak perlu khawatir kalau aku tak mencintaimu.Sekaranf aku adalah lelaki yang mencintaimu dari pertama kita bertemu sampai sekarang”.Aku diam dan tak ku ucap sepatah katapun, hanya air mata yang menjawab semua argument Rian ketika itu.Selang beberapa bulan, kamipun menggelar acara pernikahan dengan adat yang sudah kami rencanakan, dengan gaun pengantin yang membungkus tubuhku dan pria berkacamata duduk di sampingku.Aku teramat cantik katanya sambil mencium tanganku.Sayang, nanti saat kita tak kuat kemana-mana izinkan aku mendekapmu dan membuatkanmu teh hangat sembari menatap langit malam.

Comments

  1. https://pointoutone.blogspot.com/

    kenali kepribadian, temukan cantikmu! kami review items items kecantikan dengan bahan organik.
    Visit yayyh!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Teks Prosedur Cara Membuat Telur Asin